1. Evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses
sistematik dalam menentukan tingkat pencapaikan tujuan oleh siswa (Norman E.
Gronlund).
2. Evaluasi berkenaan dengan kegiatan atau proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu (Edwin Wand dan Gerald W. Brown)
3. Evaluasi adalah pernyataan bahwa sesuatu itu
mempunyai nilai atau tidak (Witherington).
4. Evaluasi diartikan sebagi penentuan kesesuaian
antara tampilan dengan tujuan-tujuan.
Dari pengertian-pengertian
evaluasi yang telah dikemukakan di atas menunjukan bahwa evaluasi sifatnya
lebih luas daripada pengukuran. Evaluasi meliputi aspek kuintatif dan
kualitatif. Pengukuran hanya terbatas pada deskripsi kuantitatif, sedagkan
evaluasi selain menyangkut pengukuran tersebut berlanjut dengan pemberian nilai
(valuing) berupa keputusan-keputusan maupun nilai tingkah laku yang diukur.
Istilah pengukuran (measurement) menunjuk pada segi kuantitas (how much),
istilah penilaian menunjuk pada segi kualitas (what value), istilah evaluasi
berkenaan dengan keduanya, yaitu pengukuran dan penilaian. Evaluasi tidak hanya
menyangkut gambaran tingkah laku secara kuantitatif, tetapi juga secara
kualitatif. Dalam evaluasi terkandung makna pengukuran yang sifatnya kuantitatif
dan penilaian bersifat kualitatif.
Antara
evaluai, pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang erat dan tidak dapat
dipisahkan. Norman E. Gronlund melukiskan hubungan ketiganya sebagai berikut.
1. Evaluasi adalah deskripsi kuantitatif siswa (measurement,
pengukuran) yang ditetapkan dengan penentuan nilai.
2. Evaluasi adalah deskripsi kualitatif siswa
(judgement, pertimbangan, penilaian) yang ditetapkan dengan penentua nilai.
Sehingga
evaluasi dapat ditentukan dengan melalui pengukuran dan bisa pula tanpa melalui
pengukuran.
Istilah
mengukur (to measure) adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran
tertentu, sedangkan menilai (to value, to judge) adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk atau kategori lainnya.
Tes adalah
suatu alat atau prosedur yang sistematik dan obyektif untuk memperoleh data
atau keterangan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat atau
tidak tepat. (Indrakusumahh). Sehingga tes adalah alat untuk pengumpul
informasi tentang hasil belajar. Sedangkan tester atau penguji adalah orang
yang diserahi untuk melaksanakan tes tersebut.
Kata evaluasi berasal dari Bahasa Inggris evaluation yang
berarti penilaian atau penaksiran, edangkan menurut pengertian istilah evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan
menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk
memperoleh kesimpulan.
Evaluasi mengandung pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu. Tujuan evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau
proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau
hasil-hasilnya. Dalam proses penilaian, dilakukan perbandingan antara
informasi-informasi yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu,
untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijakan tertentu. Kriteria
atau tolak ukur yang dipegang tidak lain adalah tujuan yang sudah ditentukan
terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan itu dilaksanakan.
Dari aspek pelaksanaan, Evaluasi adalah keseluruhan kegiatan pengumpulan data
dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat
keputusan. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya
menilai sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan.
Evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan
mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil
keputusan. Secara rinci dapat disampaikan.
1) Evaluasi ialah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya
yang bersangkutan dengan kababilitas siswa, guna mengetahui sebab akibat dan
hasil belajar.
2) Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu
kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah telah berjalan seperti yang
telah direncanakan.
3) Evaluasi sebagai suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan
apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada dijalan yang diharapkan.
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang direncanakan dengan cermat dan merupakan
bagian yang integral dari kegiatan program/pendidikan. Evaluasi merupakan
proses yang sistematis mulai dari menentukan tujuan (objektif) sampai
menentukan keputusan, dimana prosesnya diawali dengan menentukan sasaran
(objek) yang akan dievaluasi, menentukan instrumen (alat ukur), cara mengukur,
mencatat data, menganalisis, menginterpretasi hasil analisis, mengambil
kesimpulan dan menetapkan keputusan.
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian evaluasi
adalah:
1) Merupakan suatu kegiatan yang direncanakan dengan cermat.
2) Kegiatan yang dimaksud merupakan bagian yang integral dari pendidikan,
sehingga arah dan tujuan evaluasi harus sejalan dengan tujuan pendidikan.
3) Evaluasi harus memiliki dan berdasarkan kriteria keberhasilan yaitu
keberhasilan dari: a) Belajar murid, b) Mengajar guru, dan c) Program
pengajaran.
4) Evaluasi merupakan suatu tes maka evaluasi dilaksanakan sepanjang kegiatan
program pendidikan dan pengajaran.
5) Evaluasi bernilai positif, yaitu mendorong dan mengembangkan kemampuan
belajar siswa, kemampuan mengajar guru serta menyempurnakan program pengajaran.
6) Evaluasi merupakan alat (the means) bukan tujuan (the end) yang digunakan
untuk menilai apakah proses perkembangan telah berjalan semestinya?
7) Evaluasi adalah bagian yang sangat penting dalam suatu sistem yaitu sistem
pengajaran untuk mengetahui apakah sistem itu baik / tidak.
Berdasarkan beberapa rumusan di atas dapat didefinisikan bahwa evaluasi
merupakan serangkaian kegiatan yang sistematis yang dilakukan dalam rangka
untuk mengetahui apakah suatu kegiatm pendidikan telah berjalan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan atau belum. Teknis pelaksanaan evaluasi meliputi
penetapan objek yang akan dievaluasi, menentukan instrumen yang cocok dengan apa
yang akan dievaluasi, melakukakn pengukuran terhadap objek evaluasi,
mengumpulkan data hasil pengukuran data mengolah data yang didapatkan dari
basil pengukuran. Berdasarkakn data pengukuran dapat dijadikan babagai
rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan keputusan.
Pengertian,
Hubungan, Perbedaan, dan Etika Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Untuk lebih lengkapnya
download
di sini dengan format *.doc
BAB I
PENGERTIAN
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
A. PENGERTIAN TES
Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan atau tugas atau seperangkat
tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait (sifat) atau
atribut pendidikan atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas
tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Tes dapat diklasifikasi berdasarkan :
a. Bagaimana ia diadministrasikan (tes individual atau kelompok)
b. Bagaimana ia diskor (tes obyektif atau tes subyektif)
c. Respon apa yang ditekankan (tes kecepatan atau tes kemampuan)
d. Tipe respon yang bagaimana yang harus dikerjakan oleh subyek (tes unjuk
kerja atau tes kertas dan pensil)
e. Apa yang akan diukur (tes sampel atau tes sign)
f. Hakekat dari kelompok yang akan diperbandingkan (tes buatan guru atau tes
baku)
B. PENGERTIAN
PENGUKURAN
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh
deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta didik telah
mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses
pencarian atau penentuan nilai kuantitatif.
Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu
menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Berikut ini akan dikutip beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh
beberapa ahli pengukuran pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan
beberapa penulis
a. Richard H. Lindeman (1967) merumuskan pengukuran sebagai “the assignment of
one or a set each of a set of persons or objects according to certain
established rules”
b. Norman E. Gronlund (1971) secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai
“Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”.
c. Georgia S. Adams (1964) merumuskan pengukuran sebagai “nothing more than
careful observations of actual performance under staandar conditions”.
d. Victor H.Noll (1957) mengemukakan dua karakteristik utama pengukuran, yaitu
“quantitativaness” dan “constancy of units”. Atas dasar dua karakteristik ini
ia menyatakan “since measurement is a quantitative process, is results of
measurement are always expessed in numbers.
e. William A.Mehrens dan Irlin J. Lehmann (1973) mendefinisikan : pengukuran
sebagai berikut : “Using observations, rating scales. Or any other device that
allows us to obtain information in a quantitative form is measurement” .
f. Robert L. Ebel dan David A. Frisbie (1986) merunuskan pengkuran sebagai
“Measurment is a process of assigning numbers to the individual numbers of a
set of objects or person for the purpose of indicating differences among them
in the degree to which they posscess the characteristic being measured.
g. Gilbert Sax (1980) menyatakan “measurement: The assignment of numbers to
attributes of characteristics of person, evenrs, or object according to
explicit formulations or rules”.
C. PENGERTIAN PENILAIAN
Penilaian (assessment) merupakan istilah yang umum dan mencakup semua metode
yang biasa dipakai untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa dengan cara
menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok.
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat. Penilaian
untuk memperoleh berbagai ragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar
peserta didik atau informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik.
Proses penilaian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil atau prestasi belajar peserta didik.
Penilaian menyeluruh dan berkelanjutan dalam Konsep Penilaian dari Implementasi
peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
membawa implikasi terhadap model dan tehnik penilaian proses dan hasil belajar.
Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar diantaranya internal dan
eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan dan
direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian
eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak
melaksanakan proses pembelajaran, biasanya dilakukan oleh suatu institusi /
lembaga baik didalam maupun diluar negeri. Penelitian yang dilakukan lembaga /
institusi tersebut dimaksudkan sebagai pengendali mutu proses dan hasil belajar
peserta didik.
Metode dan tehnik penilaian sebagai bagian dari penilaian internal (internal
assessment) untuk mengetahui proses dan hasil belajar peserta didik terhadap
penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur
tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi oleh peserta didik.
Penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru selain untuk
memantau proses, kemajuan dan perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai
dengan potensi yang dimiliki, juga sekaligus sebagai umpan balik kepada guru
agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses program pembelajaran.
Ada empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan sering kali
digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar dari peserta didik yaitu
pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi. Namun diantara keempat istilah
tersebut pengertiannya masih sering dicampuradukan, padahal keempat istilah
tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu
kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara
berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian
penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian
dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Menurut Guilford (1982) pengukuran adalah proses penepatan angka terhadap suatu
gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) berdasarkan pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau
kemampuan. Peserta didik dengan menggunakan suatu standar.
Pengukuran dapat menggunakan tes dan non tes. Tes adalah seperangkat pertanyaan
yang memiliki jawaban benar atau salah. Sedangkan non tes adalah pertanyaan
maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non
tes bias berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner sejumlah pertanyaan atau
pernyataan sedangkan peserta didik diminta untuk menjawab atau memberikan
pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan. Inventori merupakan instrument
yang berisi tentang laporan diri dari keadaan peserta didik, misalnya potensi
peserta didik. Pengukuran dalam kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif
maupun kualitatif. Kuantatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif
hasilnya berupa pernyataan yaitu berupa pernyataan sangat baik, baik, cukup,
kurang, sangat kurang, dan lain sebagainya.
D. PENGERTIAN EVALUASI
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang
telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan
dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi juga dapat
diartikan sebagai suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang
menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan berpatokan kepada tujuan yang
telah dirumuskan.
Untuk memperjelas pengertian evaluasi tersebut ada baiknya bila dikutip
beberapa perumusan sebagai berikut:
a. Adams (1964) dalam bukunya “Measurement and evaluation in education,
psychology, and guidance” menjelaskan bahwa kita mengukur berbagai kemampuan
anak didik.Bila kita melangkah lebih jauh lagi dalam menginterprestasi skor
sebagai hasil pengukuran itu dengan menggunakan standar tertentu untuk
menentukan nilai dalam suatu kerangka maksud pendidikan dan pelatihannya atau
atas dasar beberapa pertimbangan lain untuk membuat penilaian, maka kita tidak
lagi membatasi diri kita dalam pengukuran, kita sekarang telah mengevaluasi
kemampuan atau kemajuan anak didik.
b. Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinkfield (1985) secara singkat
merumuskan evaluasi sebagai berikut: “Evaluation is the systematic assessment
of the worth or merit of some object”. Dengan demikian maka evaluasi antara
lain merupakan kegiatan membandingkan tujuan dengan hasil dan juga merupakan
studi yang mengkombinasikan penampilan dengan suatu nilai tertentu.
c. Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen (1961) menjelaskan evaluasi tersebut
dengan mengatakan bahwa evaluasi itu berhubungan dengan pengukuran. Dalam
beberapa hal evaluasi lebih luas, karena dalam evaluasi juga termasuk penilaian
formal dan penilaian intuitif mengenai kemajuan peserta didik. Evaluasi juga
mencakup penilaian tentang apa yang baik dan apa yang diharapkan. Dengan
demikian hasil pengukuran yang benar merupakan dasar yang kokoh untuk melakukan
evaluasi.
Secara garis besar evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif (istilah ini pertama kali digunakan oleh Scriven (1967)
dalam artikelnya berjudul “The Methodology of evaluation”). Evaluasi formatif
dilakukan dengan maksud memantau sejauh manakah suatu proses pendidikan telah
berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit
pengajaran ke unit berikutnya.
BAB II
HUBUNGAN PENGUKURAN, TES, PENILAIAN DAN EVALUASI
Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu
kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara
berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian
penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian
dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Ada beberapa alasan untuk menggunakan pengukuran, tes, dan evaluasi dalam
pendidikan, antara lain :
a. Seleksi
Tes dan beberapa alat pengukuran digunakan untuk mengambil keputusan tentang
orang yang akan diterima atau ditolak dalam suatu proses seleksi. Untuk dapat
memutuskan penerimaan atau penolakan ini maka haruslah digunakan tes yang
tepat, yaitu tes yang dapat meramalkan keberhasilan atau kegagalan seseorang
dalam suatu kegiatan tertentu pada masa yang akan datang dengan resiko yang
terendah. Tes jenis ini sangat umum dalam masyarakat kita, karena hampir selalu
terjadi peminat untuk pekerjaan atau pendidikan jauh lebih banyak dari yang
dibutuhkan. Dilihat dari segi ini, maka acapkali tes seleksi yang dilakukan
hanya sekedar untuk memisahkan orang yang akan diterima dari orang yang akan
ditolak. Bukan untuk memperoleh calon yang paling besar kemungkinan berhasil
dalam pekerjaan atau program yang akan dilakukan.
b. Penempatan
Dalam kursus atau latihan yang singkat biasanya dilakukan tes penempatan, untuk
menentukan tempat yang paling cocok bagi seseorang untuk dapat berprestasi dan
berproduksi secara efisien dalam suatu proses pendidikan atau pekerjaan. Tes
seperti ini terutama didasarkan pada informasi tentang apa yang telah dan apa
yang belum dikuasai oleh seseorang.
c. Diagnosis dan remedial
Tes seperti ini terutama untuk mengukur kekuatan dan kelemahan seseorang dalam
kerangka memperbaiki penguasaan atau kemampuan dalam suatu program pendidikan
tertentu. Jadi sebelum dilakukan remedial, maka seharusnya didahului oleh suatu
tes diagnosis.
d. Umpan balik
Hasil suatu pengukuran atau skor tes tertentu dapat digunakan sebagai umpan
balik, baik bagi individu yang menempuh tes maupun bagi guru atau instruktur
yang berusaha mentransfer kemampuan kepada peserta didik. Suatu skor tes dapat
digunakan sebagai umpan balik, bila telah diinterpretasi. Setidak-tidaknya ada
dua cara menginterpretasi skor tes, yaitu dengan membandingkan skor seseorang
dengan kelompoknya dan dengan melihat kedudukan skor yang diperoleh seseorang
dengan kriteria yang ditentukan sebelum tes dimulai. Untuk yang pertama
dinamakan “norm reference test” dan yang kedua dinamakan “criterion reference
test”.
e. Memotivasi dan membimbing belajar
Hasil tes seharusnya dapat memotivasi belajar peserta didik, dan juga dapat
menjadi pembimbingan bagi mereka untuk belajar. Bagi mereka yang memperoleh
skor yang rendah seharusnya menjadi cambuk untuk lebih berhasil dalam tes yang
akan datang dan secara tepat dapat mengetahui diwilayah mana terletak
kelemahannya. Dan bagi mereka yang mendapat skor yang tinggi tentu saja hasil
itu dapat menjadi motivasi mempertahankan dan maningkatkan hasilnya, serta
dapat menjadi pedoman dalam mempelajari bahan pengayaan.
f. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan
Salah satu peran yang penting evaluasi pendidikan ialah mencari dasar yang
kokoh bagi perbaikan kurikulum dan program pendidikan. Perbaikan kurikulum atau
program pendidikan yang dilakukan tanpa hasil evaluasi yang sistematik acapkali
menjadi usaha sia-sia yang mubajir.
g. Pengembangan ilmu
Hasil pengukuran, tes, dan evaluasi tentu saja akan dapat member sumbangan yang
berarti bagi perkembangan teori dan dasar pendidikan. Ilmu seperti pengukuran
pendidikan dan psikometrik sangat tergantung pada hasil-hasil pengukuran, tes,
dan evaluasi yang dilakukan sebagai kegiatan sehari-hari guru dan pendidik.
Dari hasil itu akan diperoleh pengetahuan emperik yang sangat berharga untuk
pengembangan ilmu dan teori.
BAB III
PERBEDAAN PENGUKURAN, PENILAIAN, EVALUASI DAN TES
Sebelum melanjutkan pembicaraan tentang evaluasi pendidikan secara lebih luas
dan mendalam, terlebih dahulu perlu dipahami bahwa dalam praktek acapkali
terjadi kerancuan atau tumpang tindih (overlap) dalam penggunaan istilah
“evaluasi”, “penilaian” dan “pengukuran”. Kenyataan seperti itu memang dapat
dipahami, mengingat bahwa diantara ketiga istilah tersebut saling kait-
mengkait sehingga sulit untuk dibedakan. Namun dengan uraian berikut ini
kiranya akan dapat membantu memperjelas perbedaan dan sekaligus hubungan antara
pengukuran, penilaian dan evaluasi .
Pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan measurement dan dalam
bahasa Arabnya adalah muqayasah, dapat diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk “mengukur” sesuatu. Mengukur pada hakikatnya adalah
membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Misalnya mengukur
suhu badan dengan ukuran berupa thermometer: hasilnya: 360 celcius, 380
celcius, 390 celcius dan seterusnya. Contoh lain: dari 100 butir yang diajuakan
dalam tes, ahmad menjawab dengan betul sebanyak 80 butir soal. Dari contoh tersebut
dapat kita dipahami bahwa pengukuran itu sifatnya kuantitatif.
Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu, dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu :
1. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu; misalnya ; pengukuran yang
dilakukan oleh penjahit pakaian mengenai panjang lengan, panjang kaki, lebar
bahu, ukuran pinggan dan sebagainya.
2. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu : misalnya ; pengukuran
untuk menguji daya tahan per baja terhadap tekanan berat, pengukuran untuk
menguji daya tahan lampu pijar, dan sebagainya.
3. Pengukuran untuk menilai, yang dilakukan dengan jalan menguji sesuatu ;
misalnya : mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi nilai
rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar.
Pengukuran jenis ketiga inilah yang biasa dikenal dalam dunia pendidkan.
Penialian” berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti :
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang
teguh pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan
sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya adalah kualitatif. Dalam contoh di atas
tadi, seseorang yang suhu badannya 36°Celcius termasuk orang yang normal
kesehatannya, dengan demikian orang tersebut dapat ditentukan sehat badannya.
Dari 100 butir soal, 80 butir dijawab dengan betul oleh Ahmad; dengan demikan
dapat ditentukan Ahmad termasuk anak yang pandai.
Sedangkan “Evaluasi” adalah mencangkup kegiatan yang telah dikemukakan
terdahulu, yaitu mencangkup “pengkuran” dan “penilaian”. Evaluasi adalah
kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari
sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari
pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia
kependidikan dikenal dengan istilah tes.
Di atas telah dikemukakan bahwa pengukuran itu adalah bersifat kuantitatif;
hasil pengukuran itu berwujud keterangan yang berupa angka-angka atau
bilangan-bilangan. Adapun evaluasi adalah bersifat kualitatif; evaluasi pada
dasarnya adalah merupakan penafsiran atau interpretasi yang sering bersumber
pada data yang bersifat kuantitatif. Dikatakan sering bersumber pada data yang
bersifat kuantitatif, sebab sebagaimana dikemukakan oleh Prof.Dr, Masroen, M.A
(1979), tidak semua penafsiran itu bersumber dari keterangan-keterangan yang
bersifat kuantitatif. Sebagai contoh dapat dikemukakan disini, misalnya
keterangan –keterangan mengenai hal-hal yang disukai siswa, informasi yang
datang dari orang tua siswa, pengalaman-pengalaman masa lalu, dan lain-lain,
yang kesemuanya itu tidak bersifat kuantitaif melainkan kualitatif.
Lebih lanjut masroen menegaskan bahwa penilaian (setidak-tidaknya dalam bidang
psikologi dan pendidikan) mempunyai arti yang lebih luas ketimbang istilah
pengukuran, sebab pengukuran itu sebenarnya hanyalah merupakan suatu langkah
atau tindakan yang kiranya perlu diambil dalam rangka pelaksanaan evaluasi.
Dikatakan “kiranya perlu diambil” sebab tidak semua penilaian itu harus
senantiasa didahului oleh tindakan pengukuran secara lebih nyata. Sebagai
contoh dapat dikemikakan di sini, misalnya untuk dapat untuk dapat menetukan
keberhasilan pengajaran pendidikan agama islam . ada cara lain yang dapat
ditempuh guna mengetahui apakah para siswa telah dapat menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang telah diberikan kepada mereka di sekolah;
cara lain itu misalnya dengan melakukan observasi (pengamatan) melakukan
wawancara dan sebagainya.
Namun demikian tidak dapat disangkal adanya kenyataan, bahwa Evaluasi dalam
bidang pendidikan sebagian besar bersumber dari hasil-hasil pengukuran. Menurut
Masroen, pada umumnya para pakar di bidang pendidikan sependapat, bahwa
evaluasi mengenai proses pembelajaran disekolah, tidak mungkin dapat berjalan
dengan bail apabila evaluasi itu tidak didasarkan atas data yang bersifat
kuantitatif, inilah sebabnya mengapa dalam praktek masalah pengukuran mempunyai
kedudukan yang sangat penting di dalam dalam proses evaluasi. Baik buruknya
evaluasi akan banyak bergantung pada hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya.
Hasil pengukuran yang Kurang cermat akan memberikan hasil evaluasi yang kurang
cermat pula, sebaliknya teknik pengukuran yang tepat akan memberikan landasan
yang kokoh untuk mengadakan evaluasi yang tepat.
Kenyataan inilah yang acapkali menimbulkan adanya kerancuan dan tumpang tindih,
antara istilah evaluasi, penilaian dan pengukuran.
BAB IV
ETIKA TES
Kegiatan pengujian berperan sangat besar dalam system pendidikan dan system
persekolahan.karena pentingnya itu maka setiap tindakan pengujian selalu
menimbulkan kritik yang tajam dari masyarakat. Kritik tersebutt tidak jarang
dating dari para ahli, disamping dating dari orang tua yang secara langsung
atau tidak langsung berkepentingan terhadap pengujian. Diantara beberapa kritik
tersebut ada beberapa yang harus menjadi perhatian sungguh sunggup oleh para
praktisi dan ahli tes, pengukuran dan evaluasi. Kritik tersebut antara lain:
a. Tes senantiasa akan mencampuri rahasia pribadi peserta tes. Setiap tes
berusaha mengetahui pengetahuan dan kemampuan peserta tes, yang dapat berarti
membuka kelemahan dan kekuatan pribadi seseorang. Didalam masyarakat yang
sangat melindungi akan hak dan rahasia pribadi,masalah ini seslalu akan menjadi
gugatan atau keluhan.
b. Tes selalu menimbulkan rasa cemas peserta tes.memang sampai bats tertentu
rasa cemas itu dibutuhkan untuk dapat mencapai prestasi terbaik, tetapi tes
acapkali menimbulkan rasa cemas yang tidak perlu, yang justru dapat menghambat
seseorang mampu mendemonstrasikan kemampuan terbaiknya.
c. Tes acapkali justru menghukum peserta didik yang kreatif.karena tes itu
selalu menuntut jawaban yang sudah ditentukan pola dan isinya, maka tentu saja
hal itu tidak memberi ruang gerak yang cukup bagi anak yang kreatif.
d. tes selalu terikat pad kebudayaan tertentu. Tidak ada tes hasil belajar yang
bebas budaya. Karena itu kemampuan peserta tes untuk memberi jawaban terbaik
turut ditentukan oleh kebudayaan penyusun tes.
e. Tes hanya mengukur hasil belajar yang sederhana dan yang remeh. Hampir tidak
pernah ada tes hasil belajar yang mampu mengungkapkan tingkah laku peserta
didik secara menyeluruh, yang justru menjadi tujuan utama pendidikan formal
apapun.
Karena banyak kritik yang tajam dari masyarakat terhadap tes hasil pendidikan,
maka para pendidik harus dapat melakukan tes dengan penuh tanggung jawab. Untuk
itu perlu ditegakan beberapa etika tes, yang membedakan tes yang etik dan
tindakan yang tidak etik dalam pelaksanaan tes secara professional.
Praktek tes hasil belajar yang etik terutama mencangkup empat hal utama :
a. Kerahasiaan Hasil Tes
Setiap pendidik dan pengajar wajib melindungi kerahasiakan hasil tes, baik
secara hasil individual maupun secara kelompok. Hasil tes hanya dapat
disampaikan kepada orang lain bila :
1) Ada izin dari peserta didik yang bersangkutan atau orang yang bertanggung
jawab terhadap peserta didik (bagi peserta didik yang belum dewasa). Jadi
dengan demikian praktek menempelkan hasil tes di papan pengumuman dengan
identitas jelas peserta tes, merupakan pelanggaran terhadap etika ini.
2) Ada tanda-tanda yang jelas terhadap hasil tes tersebut menunjukan gejala
yang membahayakan dirinya atau membahayakan kepentingan orang lain.
3) Bila penyampaian hasil tes tersebut kepada orang lain jelas-jelas
menguntungkan peserta tes.
b. Keamanan tes
Tes merupakan alat pengukur yang hanya dapat digunakan secara professional.
Dengan demikian tes tidak dapat digunakan diluar batas-batas yang ditentukan
oleh profesionalisme pekerjaan guru. Dengan demikian maka setiap pendidik harus
dapat menjamin keamanan tes, baik sebelum maupun sesudah digunakan.
c. Interpretasi Hasil Tes
Hal yang paling mengandung kemunkinan penyalahgunaan tes adalah
penginterpretasian hasil tes secara salah. Karena itu maka interpretasi hasil
tes harus diikuti tanggung jawab professional. Bila hasil tes diinterpretasi
secara tidak patut, daalam jangka panjang akan dapat membahayakan kehidupan
peserta tes.
d. Penggunaan tes
Tes hasil belajar haruslah digunakan secara patut. Bila tes hasil belajar
tertentu merupakan tes baku, maka tes tersebut harus digunakan di bawah
ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes baku tersebut harus digunakan
dibawah ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes baku tersebut. Tak ada tes
baku yang boleh digunakan diluar prosedur yang ditapakan oleh tes itu sendiri.
Disamping beberapa prinsip seperti yang diuraikan di atas, ada beberapa
petunjuk praktis yang hendaknya ditaati oleh pendidik dalam tes:
a. Pelaksaan tes hendaknya diberi tahu terlebih dahulu kepada peserta tes.
Hanya karena pertimbangan tertentu, yang sangat penting yang dapat membenarkan
pendidik tidak memberi tahu terlebih dahulu kepada peserta tes tentang tes yang
akan dilaksanakan. Bahkan kisi-kisi tes sebaiknya diberi tahu kepada peserta
tes sebelum melaksanakan tes.
b. Sebaiknya pendidik menjelaskan cara menjawab yang dituntut dalam suatu tes.
Petunjuk menjawab tes bukanlah sesuatu yang harus dirahasiakan. Petunjuk yang
bersifat menjebak harus dihindari.
c. Sebaiknya pendidik justru memotivasi peserta tes mengerjakan tesnya secara
baik. Jangan sampai seorang pendidik justru menakut-nakuti peserta didik.
d. Bila pendidik menggunakan tes baku, maka hendaknya pendidik tersebut
bertanggung jawab penuh terhadap keamanan tes tersebut. Tidak ada tes baku yang
boleh digunakan dalam latihan.
e. Seorang pendidik dapat menggunakan hasil tes untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan peserta tes, asalkan hal tersebut tetap menjadi rahasia peserta
tes dan pendidik yang bersangkutan.
f. Guru hendaknya menghindari diri dari keterlibatan dalam bimbingan tes yang
dapat diperkirakan akan menggangu proses hasil belajar peserta didik. Hal ini
menjadi penting bila guru yang bersangkutan justru terlibat dalam penyusunan
butir tes yang digunakan.
g. Adalah tidak etik bila seorang guru mengembangkan butir soal atau perangkat
soal yang paralel dengan suatu tes baku dengan maksud untuk digunakan dalam
bimbingan tes.
h. Adalah tidak etik untuk mendiskriminasikan peserta didik tertentu atau
kelompok tertentu yang boleh mengikuti suatu tes atau melarang mengikuti tes.
i. Adalah tidak etik untuk memperpanjang waktu atau menyingkat waktu yang telah
ditentukan oleh petunjuk tes.
j. Guru tidak boleh meningkatkan rasa cemas peserta tes dengan penjelasan yang
tidak perlu.
Secara lebih mandasar etika tes ini diatur dalam standar tes yang dikembangkan
oleh organisasi profesional seperi American Psycological Association (APA),
American Educational Research Education (AERA), dan National Council on
Measuremant in Educaton (NCME). Terakhir ketiga organiasi professional ini
membentuk panitia bersama untuk menyusun standar dalam tes. Mereka menghasilkan
buku yang dinamakan “Standard for Educational and Psychological Testing”
(1985).
Dalam standar ini dicantumkan berbagai tolak ukur, seperti :
1. Technical Standards for Test Construction and Evaluation;
2. Professional Standards for Test Use;
3. Standards for Particular Application; dan
4. Standards for Administrative Procedures.
Semua standar ini mencangkup dua aspek utama, yaitu tes hasil belajar dan tes
psikologi. Pelanggaran terhadap standar ini merupakan pelanggaran terhadap
etika profesi, yang dalam hal tertentu dapat merupaakan pelanggaran atau
kejahatan.
Sumber / daftar pustaka
1. Mimin Haryati, Model & Teknik Penilaian pada tingkat satuan pendidikan,
Jakarta : GP Press, 2007.
2. Asmawi Zainul, Pengukuran, Tes dan Evaluasi Hasil Belajar, Jakarta : PAU,
1992.
3. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 1998.
Secara umum orang hanya mengidentikkan kegiatan evaluasi
sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur sudah termasuk didalamnya.
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki.
Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar
tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus
dilaksanakan secara berurutan.
Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur
lebih besifat kuantitatif, sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif.
Viviane dan Gilbert de Lansheere (1984) menyatakan bahwa
evaluasi adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penentuannya bisa dilakukan salah satunya
dengan cara pemberian tes kepada pembelajar. Terlihat disana bahwa acuan tes
adalah tujuan pembelajaran.
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa
nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif
(berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan
nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah
mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran
yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner)
telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi
dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian
kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label
kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini
seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti.
Hal ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.
Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa
penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan
tes maupun nontes. Pengukuran adalah membandingkan hasil tes dengan standar
yang ditetapkan. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah
kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau
membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan.Penilaian
bersifat kualitatif.
Agar lebih jelas perbedaannya maka perlu dispesifikasi
lagi untuk pengertian masing2: