Irfad Faiq Abdillah. Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 10 April 2012

DEFINISI THOHAROH DAN URGENSINYA

Ath-Thoharoh menurut bahasa, adalah kebersihan atau bersih dari berbagai kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis berupa air seni dan selainnya, maupun yang bersifat ma’nawiyah, seperti air seni dan perbuatan maksiat. At-Tathhir bermakna tanzhif (membersihkan), yaitu pembersihan pada tempat yang terkotori. {Lihat Allubab Syarh al-Kitab (I/10) dan ad-Dur al-Mukhthor (I/79)}
Thoharoh, menurut syar’i, adalah menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi sholat berupa hadats atau najis dengan menggunakan (air atau selainnya), atau mengangkat hukum najis itu dengan tanah. {Lihat al-Mughni (I/12 [cetakan Hajar]) karya al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi –rohimahulloh–}
Adapun hukum thoharoh, maka mensucikan dan menghilangkan najis adalah wajib, jika diketahui dan mampu melakukannya. Alloh Subnahanhu wa Ta’ala berfirman:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Dan pakaianmu bersihkannlah.” {Qur’an Surot al-Mudatstsir (74): ayat 4}
أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“…Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang thowaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud.” {Qur’an Surot al-Baqoroh (2): ayat 125}
Sementara mensucikan diri dari hadats hukumnya adalah wajib untuk dapat melaksanakan sholat. Dasarnya adalah sabda Nabi –shollallohu ‘alaihi wa sallam–:
Sholat tidak  diterima dengan tanpa bersuci.” {Hadits shohih, diriwayatkan oleh Muslim (224)}
Adapun urgensinya, sesungguhnya thoharoh itu adalah:
1. Syarat syahnya seorang hamba. Nabi –shollallhu ‘alaihi wa sallam– bersabda:
Tidak diterima sholat orang yang berhadast hingga ia berwudhu’.” {Hadits shohih (muttafaq ‘alaih), diriwayatkan oleh al-Bukhori (135) dan Muslim (225)}
Mengerjakan sholat dengan bersuci adalah bentuk pengagungan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Sementara hadats dan junub -walaupun bukan najis yang terlihat- adalah najis maknawi yang menyebabkan kotoranya sesuatu yang berhubungan dengannya. Keberadaannya dapat menghilangkan pengagungan kepadan-Nya dan menafikan prinsip kebersihan.
2. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang bersuci, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
…Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” {Qur’an Surot al-Baqoroh (2): ayat 222}
Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga memuji para penghuni Masjid Quba’, firman-Nya:
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
…Di dalamnya (Masjid Quba’) ada orang yang ingin membersihkan diri. Dan Alloh menyukai orang-orang yang bersih.” {Qur’an Surot at-Taubah (9): ayat 108}
3. Kelalaian membersihkan diri dari najis merupakan salah satu sebab turunnya siksa kubur. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas –rodhiyallohu ‘anhuma–, ia berkata, Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam– melewati dua kubur, lalu beliau bersabda:
Sesungguhnya dua penghuni kubur ini sedang di-adzab, dan tidaklah mereka  berdua di-adzab karena suatu perkara yang besar (sulit untuk dikerjakan). Adapun orang ini, ia tidak membersihkan diri dari air seninya…” {Hadits shohih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (20), an-Nasa’i (31, 2069), dan Ibnu Majah (347)}
JENIS-JENIS THOHAROH
Ulama’ membagi thoharoh syar’iyah menjadi dua bagian:
1. Thoharoh haqiqiyah, yaitu thoharoh dari al-hubts, yakni najis. Najis ini terdapat pada tubuh, pakaian dan tempat.
2. Thoharoh hukmiyah, yaitu thoharoh dari hadats. Hadats ini khusus pada badan. Thoharoh jenis ini terbagi atas tiga macam: Thoharoh kubro, yaitu mandi. Thoharoh sughro, yaitu wudhu’. Dan pengganti keduannya, apabila tidak mampu, yaitu tayammum.
Sumber:
Shohih Fiqih Sunnah [judul asli: Shohih Fiqh as-Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib al-A'immah], karya al-’Allamah Kamal bin as-Sayyid Salim, cetakan at-Tazkia.

0 komentar:

Posting Komentar