Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
1.
Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda
satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam
kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda
ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan
perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup
dan lain-lain.
2. Nutrisi dan
kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif.
Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang
menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
3. Olahraga juga
merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang kurang
berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan
berat badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak.
4. Orang tua harus
selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang sering kali diderita anak,
misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan (mata), gigi, panas, dan
lain-lain. Oleh karena itu orang tua selalu memperhatikan kebutuhan utama anak,
antara lain kebutuhan gizi, kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat
dilakukan setiap hari sekalipun sederhana.
1.
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung
pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani,
pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual
tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki kemampuan
mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan
teman-temannya.
2. Perkembangan
emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia,
lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan
perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya,
etnik dan bangsa.
3. Perkembangan
emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan
faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak
yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang
sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya
sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya.
Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu
menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi
keseimbangan emosional anak.
4. Perlakuan saudara
serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu dan bergaul juga
memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak.
5. Dalam mengatasi
berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan anak, biasanya
orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak, psikiatri,
psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat
melakukan pembinaan anak dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala
sesuatu yang dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan
emosional anak.
6. Stres juga dapat
disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orang tua, keadaan
ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan
dari pihak orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian
orang tua, sering kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani,
anak disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan
lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat
positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam masyarakat.
Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap
1.
Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain
memberikan bimbingan juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam
masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak,
mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui
pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau berperilaku yang positif.
2. Terdapat bermacam
hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan
non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari
anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.
3. Fungsi hadiah bagi
anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b) memberikan motivasi
kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d) memberikan dorongan agar anak
berbuat lebih baik lagi.
4. Fungsi hukuman
yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi restruktif, (b) fungsi
pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi.
5. Syarat pemberian
hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c) konstruktif, (d) impresional
artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak melainkan kepada perbuatannya, (e)
harus disertai alasan, (f) sebagai alat kontrol diri, (g) diberikan pada tempat
dan waktu yang tepat.
Jean
Piaget (1950)
seorang pakar psikologis menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri
dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori
perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur
kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam
pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman
tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan proses
akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk
menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan
membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara
seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi
dengan lingkungannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak
sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua
hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi
dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan
operasi konkret. Pada rentang usia sekolah dasar tersebut anak mulai
menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
- Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak,
- Mulai berpikir secara operasional,
- Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,
- Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan
- Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut,
kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
- Konkrit. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
- Integratif; Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
- Hierarkis; Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
Berdasarkan
pendapat pakar tersebut, peran orang tua sangat berpengaruh terhadap proses
belajar anak, dibutuhkan kesabaran para orang tua untuk mendampingi buah hati
menjadi manusia yang unggul dan produktif di masa depan.
0 komentar:
Posting Komentar